top of page

Kekerasan dalam Pacaran pada Siswi SMA di Jakarta di SMAN 37 Jakarta pada Tahun 2008

(Dian Ariestina)

      Pada masa remaja, seorang anak mengalami fase pengenalan lawan jenis yang saling mengikat dalam hubungan berpacaran. Dalam hubungan pacaran, sering terjadi kekerasan dengan korban lebih banyak pada kaum perempuan. Pada diskusi kekerasan pacaran kelompok remaja di Yogyakarta, tahun 2002, remaja putri melaporkan bahwa pasangan mereka melakukan pelecehan dalam 70% ketika pacaran. Sementara remaja putra mengaku bahwa pasangan perempuan mereka melakukan pelecehan sebanyak 27%. Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Yogyakarta pada periode Januari – Juni 2001 juga mendapatkan 47 kasus KDP, dengan kekerasan emosional sekitar 57%, kekerasan seksual 20%, kekerasan fisik 15%, dan kekerasan ekonomi 8%. Sementara, untuk wilayah Jakarta, menurut data Lembaga Swadaya Masyarakat Mitra Perempuan pada tahun 2000 menunjukkan bahwa sekitar 11,6% perempuan mengalami KDP. Kemudian, pada periode tahun 2000-2002, sekitar 264 perempuan melaporkan menghalami kekerasan pada masa pacaran. Secara menyeluruh, rata – rata 1 dari 10 perempuan mengalami kekerasan pada masa pacaran (Susilawati, 2008).

 

       Kekerasan pada remaja terutama kekerasan dalam berpacaran tidak banyak mendapat perhatian. Hal ini dikarenakan banyak yang beranggapan bahwa dalam berpacaran tidak mungkin terjadi kekerasan, karena masa berpacaran umumnya adalah masa yang penuh dengan peristiwa indah yang diwarnai tingkah laku dan kata-kata yang manis. Para korban juga sering tidak menyadari ketika dirinya mengalami kekerasan oleh pacar mereka. Hal – hal yang mereka alami cenderung dianggap biasa karena ingin membuktikan rasa sayang, perhatian dan cinta kasih.

 

        Penelitian ini melibatkan siswi SMAN 37 Jakarta dan siswa SMAN 37 Jakarta yang berjumlah 418 orang. Dalam hal ini kuisioner digunakan dengan berisi pertanyaan mengenai karakteristik dan sosiodemografi responden, pengetahuan, sikap, keterpaparan terhadap informasi, teman sebaya yang pernah mengalami kekerasan, konflik dengan keluarga, serta karakteristik dari pacar yang meliputi umur, pendidikan, penyalahgunaan alkohol, dan penyalahgunaan narkoba.

 

    Dari penelitian yang dilakukan didapatkan hasil 72,1% siswi SMAN 37 Jakarta yang pernah berpacaran mengalami kekerasan. Jenis kekerasan yang paling banyak dialami adalah kekerasan psikis berupa dicemburui secara berlebihan (69,1%), kekerasan fisik yang sering dialami berupa dicubit (53,4%), kekerasan seksual seperti dipaksa berciuman dan berhubungan seksual (4,9%), serta terdapat pula kekerasan ekonomi yaitu dipaksa untuk mentraktir (4,5%).

 

      Faktor yang mempengaruhi seseorang mengalami kekerasan adalah gabungan dari faktor korban dan perilaku kekerasan. Faktor internal yang menjadi pengaruh kekerasan dalam berpacaran berasal dari diri korban, yaitu kelemahan fisik. KDP sering dialami oleh remaja yang mempunyai sifat penurut dan mudah diatur. Waktu dan aktifitas remaja yang cacat fisik, dan sering sakit sangat mudah dikendalikan oleh pacar, sehingga memungkinkan terjadinya tindak kekerasan (Sugarman, 2008). Pada penelitian ini, sebanyak 116 responden (27,8%) memiliki kelemahan fisik, sehingga responden dengan kelemahan fisik berisiko 2,4 kali lebih besar mengalami KDP.

 

      Pada faktor eksternal, korban yang tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai kekerasan sebesar 42,1% yang mengartikan bahwa remaja yang tidak terpapar dengan informasi tentang kekerasan berisiko 1,5 kali lebih besar mengalami KDP dibandingkan remaja yang terpapar dengan informasi tentang kekerasan. Pada penelitian ini, responden yang memiliki teman sebaya yang pernah mengalami kekerasan sebanyak 66,7% dengan nilai p = 0,0002 (p<0,05) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara responden yang memiliki teman sebaya yang pernah mengalami kekerasan dengan kejadian KDP. Responden yang memiliki teman sebaya yang pernah mengalami kekerasan akan 1,8 kali lebih besar mengalami KDP dibandingkan responden yang tidak memiliki teman sebaya yang pernah mengalami kekerasan. Hal ini, karena teman yang pernah mengalami kekerasan cenderung akan berbagi cerita dengan sesama teman. Jika korban menganggap hal itu adalah hal yang wajar maka cenderung remaja lainnya akan mempunyai sikap yang sama.

 

      Jika dilihat dari konflik keluarga, sebanyak 162 orang (38,8%) responden memiliki konflik dalam keluarga. Berdasarkan nilai p = 0,018 (p< 0,05) dan nilai OR = 1,6 dapat diartikan bahwa  terdapat hubungan antara konflik keluarga dengan kejadian KDP serta remaja yang mempunyai konflik dalam keluarga 1,6 kali lebih berisiko mengalami KDP.

 

       Kekerasan sangat dipengaruhi oleh faktor pelaku kekerasan. Pada penelitian ini, tidak tergambar jelas umur serta hubungan antara umur pelaku dengan pendidikan pada kejadian KDP. Pada penelitian ini  faktor pelaku adalah pacar yang menggunakan alkohol sebanyak 31 orang (9,2%) dengan nilai p = 0,002, < 0,05 yang berati bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan alkohol oleh pelaku terhadap kejadian KDP, serta responden yang mempunyai pacar pengguna alkohol akan 6,2 kali lebih besar mengalami KDP. Sementara, responden yang mengalami kekerasan dengan pacar yang menggunakan narkoba sebanyak 8 orang (2,4%), tidak terdapat hubungan antara penggunaan narkoba oleh pacar dengan kejadian kekerasan yang dialami responden.

 

      Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada siswi SMAN 37 Jakarta pada tahun 2008 diperoleh hasil bahwa dari 418 responden, 72% siswi pernah mengalami KDP. 73% diantaranya berusia 14-16 tahun (remaja madya). 49,5% remaja memiliki pengetahuan yang kurang mengenai kekerasan termasuk KDP. Sebanyak 27,8% responden memiliki kelemahan fisik, serta 38,8% responden memiliki konflik dalam keluarga. Sebanyak (57,9%) responden terpapar dengan informasi KDP, dan sebagian besar didapatkan dari teman (68,1%). Kemudian, sebanyak 40,2% responden memiliki teman sebaya yang pernah mengalami kekerasan dengan 9,2% pacar yang menggunakan alkohol dan 2,4% pacar yang menggunakan narkoba.

 

      Kelemahan fisik responden dengan kejadian kekerasan dalam berpacaran berisiko 2,4 kali lebih besar mengalami KDP dibandingkan responden yang tidak mempunyai kelemahan fisik. Selain itu, terdapat hubungan yang kontradiktif antara sikap responden dengan kejadian KDP. Pada faktor eksternal, didapatkan hubungan antara konflik keluarga dengan keterpaparan informasi dengan kejadian kekerasan dalam berpacaran yang dialami responden. Penggunaan alkohol juga memiliki hubungan dengan KDP, karena responden yang memiliki pacar pengguna alkohol akan berisiko 6,2 kali lebih besar mengalami KDP.

 

      Dalam hal ini, pihak sekolah perlu terlibat dan meningkatkan pemantauan terhadap siswa-siswi yang sedang berpacaran di lingkungan sekolah untuk menghindari terjadinya tindak kekerasan dalam berpacaran. Selain itu, orang tua hendaknya meningkatkan pengawasan terhadap remaja putri yang menjalani hubungan pacaran serta menjalin komunikasi yang baik,sehingga konflik dalam keluarga tidak membuat remaja mencari orang lain di luar lingkungan rumah. Untuk remaja yang memutuskan berpacaran, hendaknya perlu mempersiapkan fisik dan mental. Seorang remaja juga harus mengetahui latar belakang lawan jenis, membuat komitmen terhadap hubungan pacaran yang akan di jalani, serta lebih banyak mencari informasi mengenai KDP.

bottom of page